Sabtu, 06 Juli 2013

Sekilas Syeh Siti Jenar




Mengkaji sejarah merupakan sebuah upaya yang tidak mudah. Apalagi bila realitas sejarah tersebut telah menjadi opini yang menghegemoni atau hanya sekedar suara sumbang yang kurang dapat dibuktikan. Kenyataan tersebut menimpa sejarah ulama agung, Syeh Siti Jenar alias Syeh Abdul Jalil12903281072006191027. Keberadaannya yang misterius membuat pelbagai kalangan terjebak dalam data-data sejarah yang tidak bisa dibuktikan keabsahannya sampai sekarang.

Oleh sebab itu , melalui sebuah karya seorang ulama Jawa Timur tersohor K.H. Abil Fadol Senori Tuban dalam karyanya ” Ahla al- Musamarah Fi Hikayah al-Auliya al-’Asyrah ( sekelumit hikmah tentang Wali sepuluh ). Penulis mencoba menampilkan sejarah yang sinkron dengan realitas. Mendengar karya tersebut, tentu kita akan ta’ajub, sebab selama ini yang terkenal di Jawa sebagai penyebar Islam adalah Wali Songo atau wali sembilan. Nah, K.H. Abil Fadol ingin menyampaikan realitas abu-abu sejarah yang selama ini terabaikan. Sebab realitanya, Syeh Siti Jenar sering diklaim sebagai seorang ulama yang sesat dan menyesatkan. Gagasan K.H Abil Fadol sebenarnya telah bergulir semenjak berpuluh-puluh tahun lalu. Tapi, karena kehati-hatian beliau, karya-karya ” kanonikal ” beliau tidak dipublikasikan secara umum. Akan tetapi, saat ini banyak karya beliau yang mulai dilirik oleh kiyai-kiyai pesantren tanah Jawa. Seperti ringkasan ” Audhoh al- Masalik Ala al-Fiyah Ibn Malik , Kawakib al-Lama’ah Fi Tahqiq al-Musamma Bi Ahlissunnah Waljama’ah, Ahlal Musammarah ” ( sebuah karya yang penulis jadikan rujukan utama dalam biografi Syah Siti Jenar dalam tulisan ini ), dan lain-lain. Bahkan ada karya beliau tentang Syarh Uqud al-Juman Fi Ilmi al-balaghah yang belum selesai, karena beliau telah berpulang kekhadirat-Nya, sehingga proyek balaghah tersebut menunggu uluran tangan para Kiyai di Indonesia. Dan kabar yang penulis terima, tak satu pun ulama Indonesia pada saat ini, mampu menyelesaikan maha karya tersebut, hanya seorang pakar balaghah dari Yaman lah yang mampu mencoba menyelesaikannya.Namun penulis tidak akan menyinggung banyak tentang K.H Abil Fadol, tapi penulis ingin menuangkan data-data beliau dengan realitas yang penulis jumpai.



Syekh Siti Jenar mungkin tidak banyak yang mengetahui asal-usulnya. Dikatakan bahwa beliau berasal dari seekor cacing yang berubah menjadi manusia, versi yang lain menyebutkan beliau berasal dari persia, bahkan ada juga yang menyatakan beliau sebagai keturunan seorang empu kerajaan Maja Pahit. Bagi penulis, sumber-sumber tersebut tidak dapat disalahkan akan tetapi juga tidak dapat dibenarkan secara mutlak. Penulis hanya ingin menampilkan sosok Syekh Siti Jenar alias Sunan Jepara alias Syekh Abdul Jalil dengan didukung beberapa data yang realistis. Dalam sumber yang penulis terima, beliau merupakan keturunan (cucu ) Syekh Maulana Ishak. Syekh Maulana Ishak merupakan saudara kandung dari Syekh Ibrahim Asmarakandi dan Siti Asfa yang dipersunting Raja Romawi. Syekh Maulana Ishak merupakan putra dari Syekh Jumadil Kubro, yang secara silsilah keturunan sampai ke Sayyidina Husain, Sayyidina Ali, sampai ke Rosulullah. Walaupun dalam versi yang lain, Syekh Maulana Ishak merupakan putra dari Syekh Ibrahim Asmarakandi, namun penulis tetap yakin dengan versi pertama. Syekh Ibrahim Asmarakandi menikah dengan Dewi Condrowulan, putri cempa yang menjadi saudara sekandung istri prabu Brawijaya yang bernama Dewi Martaningrum. Prabu Brawijaya (Rangka wijaya) memiliki banyak istri, diantaranya putri raja Cina yang bernama yang melahirkan Raden Patah, Martaningrum ( putri cempa ) dan Wandan Kuning yang melahirkan Lembu Peteng. Dari pernikahan Syekh Ibrahim Asmarakandi dengan Condrowulan melahirkan tiga buah hati, Raden Raja pendita, Sayid Rahmat (Sunan Ampel ), dan Sayyidah Zainab. Setelah dewasa, Raden Raja pendita dan Raden Rahmat mampir ke tanah Jawa untuk mengunjungi bibinya yang dipersunting Prabu Brawijaya. Tatkala akan kembali ke negeri cempa, keduanya dilarang oleh Prabu Brawijaya sebab keadaan Cempa tidak aman, maka keduanya pun diberi hadiah sebidang tanah dan diperbolehkan untuk menikah dan mukim di tanah Jawa. Raja Pandita menikah dengan anak Arya ” Beribea ” yang bernama Maduretno, sedangkan Raden Rahmat menikah dengan anak Arya teja yang bernama Condrowati. Dari pernikahan dengan Condrowati, Raden Rahmat dianugerahi lima anak, Sayyidah Syarifah, Sayyidah Mutmainnah, Sayyidah Hafsah, Sayyid Ibrahim ( Sunan Bonang ), dan Sayyid Qosim ( Sunan Derajat ).

Adapun Syekh Maulana Ishak menikah dengan seorang putri pasai, dengan dikaruniai dua orang anak, Siti Sarah dan Sayyid Abdul Qadir. Sunan Ampel menyebarkan Islam di daerah Surabaya dan sekitarnya, sedangkan Syekh Maulana Ishak meninggalkan Istrinya di Pasai menuju kerajaan Blambangan ( Jawa Timur bagian Timur ). Walaupun hanya tinggal di sebuah bukit di Banyu Wangi, namun keberadaannya dapat diketahui pihak kerajaan dan beliau berhasil menyelamatkan kerajaan Blambangan dari bencana. Sehingga ia pun diberi hadiah Dewi Sekardadu Putri Menak Sembuyu, Raja Blambangan. Pernikahan tersebutlah yang melahirkan Sunan Giri ( Raden Paku ‘ainul Yaqin ). Sayyid Abdul Qadir dan Sayyidah Sarah sebagai buah hatinya pun tak mau ketinggalan dengan ayahnya, keduanya mondok di pesantren Ampel Denta asuhan Sunan Ampel atas perintah sang ayah.

Setelah mumpuni keduanya pun dinikahkan, Siti Sarah dinikahi oleh Raden Syahid ( Sunan Kali Jaga ) bin Raden Syakur (Adipati Wilatikta) , sedangkan Sayyid Abdul Qadir dinikahkan dengan Dewi Asiyah, anak dari Jaka Qandar (Sunan Malaya). Nah, dari kedua padangan inilah lahir Syekh Abdul Jalil.
Sayyid Abdul Jalil mempunyai himmah untuk belajar Ilmu Tasawwuf kepada Sunan Ampel. Diantara temen-temannya, dialah yang sangat paham dalam menyingkap Ilmu tauhid secara tepat; tidak ingkar dan tidak kufur. Sebab tatkala seseorang memahami Tauhid tentu keyakinannya tehadap Tuhan tidak akan ekstrim kanan (ingkar ) atau ekstrim kiri (kufr ), tetapi berada dalam neutral point ( Nuqtah Muhayidah ).

Kegesitan dalam dunia da’wah melalui kedalaman teologi ( tauhid ) menarik simpati pelbagai keluarga keraton Majapahit, termasuk Ki Ageng Pengging atau Kebo Kenanga untuk memeluk agama Islam, Ki Ageng Pengging dan Ki Ageng Tingkir adalah dua sosok guru yang mendidik Mas Karebet alias Jaka Tingkir untuk menjadi manusia yang saleh ritual, sosial dan intelektual. Sehingga keberadaan jaka tingkir sebagai seorang politisi, mampu mendamaikan konflik politik antara Arya Penangsang ( yang di back up oleh Sunan Kudus ) dan Ratu Kalinyamat. Setelah Arya Penangsang dapat ditaklukan, Jaka Tingkir memindahkan pusat kerajaan Demak ke Pajang, dan menyerahkan kekuasaannya ke Sutawijaya. Sedangkan beliau mengembara dan berdakwah lewat jalur kultural, hingga meninggal di desa Pringgo Boyo, Lamongan. Kesuksesan Ki Ageng Pengging mendidik Jaka Tingkir tak lepas dari peran Sunan Abdul Jalil yang juga lihai dalam berpolitik. Bila anda mengkaji literatur tentang beliau, banyak sekali yang menyebutkan bahwa kematian beliau dikarenakan faktor politik. Sebagaimana yang telah diteliti oleh Agus Sunyoto dalam 300 literatur Jawa. Jadi bukan karena ajaran ” Manunggaling Kaulo Gusti” ( wihdatul wujud ) ” yang kurang bisa dipahami oleh sebagian kalangan. Memang Wali sepuluh menyebarkan Islam tidak dengan kekerasan, melainkan dengan kearifan, hikmah, mauidhoh hasanah, dan mujadalah lewat mata hati. Sehingga akulturasi budaya budha, hindu, dan Islam adalah sebuah keniscayaan. Akan tetapi esensi ajaran Islam tetap mendominasi dan tidak bercampur dengan syrik dan kufur. pernahkah kita berfikir, andaikan Wali Sepuluh memisahkan esensi Islam dengan budaya-budaya non Islam tersebut, tentu mungkin Islam belum belum mendarah daging d pulau Jawa, hingga sekarang. Sunan Abdul Jalil adalah seorang Wali yang juga menempuh metode tersebut, sehingga secara intelektual beliau berada dalam papan atas. Tak heran bila banyak kalangan elite Maja Pahit yang masuk Islam, Santri-santrinya lah yang dikhawatirkan mencegah berdirin dan berkembangnya kerajaan Demak Bintoro, sungguh sangat kejam, hanya demi tegaknya negara Syari’at Sunan Abdul Jalil direndahkan reputasinya dan dituduh menyebarka ajaran sesat.

Hal ini dapat anda buktikan dengan kematiannya yang misterius, tanpa diketahui tahun dan tempat eksekusi tersebut. Sehingga seolah-olah beliau hilang begitu saja, padahal santri-santrinya pun aman dan tidak mendapatkan tekanan dari penguasa, seperti Ki Ageng Pangging alias Kebo Kenanga, yang berhasil mendidik Jaka Tingkir. Konflik antara proyek besar negara Islam yang berpusat di Demak Bintoro dan Glagah Wangi (Jepara ) inilah, yang menjadikan nama Syekh Siti Jenar harum sebagai Sunan Jepara alias Syekh Abdul Jalil, karena beliau adalah penasehat menantu Raden Patah, Sultan Hadirin yang selayaknya didaulat menjadi raja Demak menggantikan Sultan Trenggana.


Begitulah sekelumit sejarah tentang Syekh Siti Jenar alias Syekh Abdul Jalil atau Sunan Jepara. Anda dapat mengunjungi makamnya di  Mantingan, Kalinyamat, Jepara, Jawa Tengah. Makam beliau di sebelah makam Sultan Hadirin dan Ratu Kalinyamat, lebih jelasnya anda dapat bertanya kepada juru kunci makam tersebut, yang telah menutup rapat-rapat selama bertahun-tahun. Wallahu A’lam …..

****

=== Link Sumber ====

Tidak ada komentar:

Posting Komentar