Selasa, 28 Mei 2013

PENTINGNYA PROFESIONALISASI DALAM PENDIDIKAN


Tuntutan terhadap lulusan dan layanan lembaga pendidikan yang bermutu semakin mendesak karena semakin ketatnya persaingan dalam lapangan kerja. Salah satu implikasi globalisasi dalam pendidikan yaitu adanya deregulasi yang memungkinkan peluang lembaga pendidikan asing membuka sekolahnya di Indonesia. Oleh karena itu persaingan antar lembaga penyelenggara pendidikan dan pasar kerja akan semakin berat.
Mengantisipasi perubahan-perubahan yang begitu cepat serta tantangan yang semakin besar dan kompleks, tiada jalan lain bagi lembaga pendidikan kecuali hanya mengupayakan segala cara untuk meningkatkan daya saing lulusan serta produk-produk akademik dan layanan lainnya, yang antara lain dicapai melalui peningkatan mutu pendidikan. Dalam hal ini maka akan ada paradigma baru dalam pendidikan akan etos kerja dan profesionalisme guru serta tantangan dunia pendidikan terkait dengan perkembangan teknologi informasi.
Profesi diukur berdasarkan kepentingan dan tingkat kesulitan yang dimiliki. Dalam dunia keprofesian kita mengenal berbagai terminologi kualifikasi profesi yaitu: profesi, semi profesi, terampil, tidak terampil.
Gilley dan Eggland (1989) mendefinisikan profesi sebagai bidang usaha manusia berdasarkan pengetahuan, dimana keahlian dan pengalaman pelakunya diperlukan oleh masyarakat. Definisi ini meliputi aspek yaitu :
a.       Ilmu pengetahuan tertentu
Seorang yang memiliki profesi tertentu haruslah meliliki keahlian atau ilmu pengetahuan sesuai dengan profesinya.
b.      Aplikasi kemampuan/kecakapan.
Aplikasi kemampuan dan kecapakan itu berhubungan dengan penerapan dan pengaplikasian dari ilmu pengetahuan yang dimiliki. misalnya seorang lulusan sarjana pendidikan sosiologi, harus mengaplikasikan keahlian atau pengetahuannya di dalam ruang lingkup sekolah dengan mata pelajaran sosiologi.
c.       Berkaitan dengan kepentingan umum
Tenaga yang terlatih mampu memberikan jasa yang penting kepada masyarakat. Dengan kata lain profesi berorientasi memberikan jasa untuk kepentingan umum daripada kepentingan sendiri. Dokter, pengacara, guru, pustakawan, engineer, arsitek memberikan jasa yang penting agar masyarakat dapat berfungsi.Hal tersebut tidak dapat dilakukan oleh seorang pakar permainan catur misalnya. Bertambahnya jumlah profesi dan profesional pada abad 20 terjadi karena ciri tersebut. Untuk dapat berfungsi maka masyarakat modern yang secara teknologis kompleks memerlukan aplikasi yang lebih besar akan pengetahuan khusus daripada masyarakat sederhana yang hidup pada abad-abad lampau. Produksi dan distribusi enersi memerlukan aktivitas oleh banyak engineers. Berjalannya pasar uang dan modal memerlukan tenaga akuntan, analis sekuritas, pengacara, konsultan bisnis dan keuangan. Singkatnya profesi memberikan jasa penting yang memerlukan pelatihan intelektual yang ekstensif.
Aspek-aspek yang terkandung dalam profesi tersebut juga merupakan standar pengukuran profesi guru.
Proses profesional adalah proses evolusi yang menggunakan pendekatan organisasi dan sistemastis untuk mengembangkan profesi ke arah status professional (peningkatan status).Secara teoritis menurut Gilley dan Eggland (1989) pengertian professional dapat didekati dengan empat prespektif pendekatan yaitu orientasi filosofis, perkembangan bertahap, orientasi karakteristik, dan orientasi non-tradisonal.
 Profesi keguruan tugas utamanya adalah melayani masyarakat dalam dunia pendidikan, sehingga profesionalisasi dalam bidang keguruan mengandung peningkatan segala daya dan usaha dalam rangka mencapai secara optimal layanan yang akan diberikan kepada masyarakat.
 Lebih khusus Sanusi; dkk. (1991) dalam Sulaiman Samad (2004 : 12) mengajukan enam asumsi yang melandasi perlunya profesionalisme dalam pendidikan :
1.      Subjek pendidikan adalah manusia yang memiliki kemauan, pengetahuan, dan emosi serta perasaan, dan dapat dikembangkan segala potensinya.
2.      Pendidikan dilakukan secara intensional, yakni secara sadar dan bertujuan.
3.      Teori – teori pendidikan merupakan jawaban kerangka hipotesis dalam menjawab permasalahan pendidikan.
4.      Pendidikan bertolak dari asumsi pokok tentang manusia yakni manusia mempunyai potensi yang baik untuk berkembang.
5.      Inti pendidikan terjadi dalam prosesnya yaitu situasi dimana terjadi dialog antara peserta didik dengan pendidik.
Sedangan Semiawan (1994) dalam Sulaiman Samad (2004 : 13) mengemukakan tingkat prosionalisme guru kedalam tiga kategori, yaitu ;
1.      Tenaga professional.
Tenaga professional ; merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan sekurang-kurangnya starata satu dalam perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan pengendalian pendidikan/pengajaran. Tenaga kependidikan yang termasuk dalam kategori ini juga berwenang membina tenaga kependidikan yang lebih rendah jenjang profesionalnya. Misalnya, guru senior membina guru yang lebih yunior.
2.      Tenaga semiprofessional.
Tenaga semiprofessional ; merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan tenaga kependidikan diploma tiga atau yang setara yang telah berwenang mengajar secara mandiri, tetapi harus melakukan konsultasi dengan tenaga kependidikan yang lebih tinggi jenjang profesionalnya, bauk dalam hal perencanaa, pelaksanaan, penilaian, mauoun pengendalian pengajaran.
3.      Tenaga paraprofessional.
Tenaga paraprofessional ; merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan tenaga kependidikan diploma dua kebawah, yang memerlukan pembinaan dalam perencanaan, penilaian, dan pengendalian pengajaran.
SYARAT-SYARAT PROFESI GURU
National education association  ( sucipto, kosasi & abimanyu ) dalam Sulaiman samad( 2004 : 5 ) menyusun sejumlah syarat atau criteria yang mesti ada dalam jabatan guru, yaitu :
a.       Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual
Untuk kriteria ini, jelas sekali bahwa jabatan guru memenuhi criteria ini, karena mengajar melibatkan upaya-upaya yang sifatnya sangat didomonasi kegiatan intelektual
b.      Jabatan yang mengeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus
Semua jabatan mempunyai monopoli pengetahuan yang memisahkan anggota mereka dari orang awam dan memungkinkan mereka mengadakan pengawasan tentang jabatannya ( Ornstein dan Levine, 1984) dalam Sulaiman Samad (2004:6).
c.       Jabatan yang memerlukan persiapan professional yang lama
Seperti pada criteria sebelumnya, pada criteria ini juga terdapat perbedaan pendapat. Yang membedakan jabatan professional dengan non-profesional antara lain adalah dalam menyelesaikan pendidikan melalui kurikulum, yaitu ada yang di atur universitas/institute atau melalui pengalaman praktik dan pemagangan atau campuran pemagangan dan kuliah. Pertama, yaitu pendidikan melalui perguruan tinggi, di sediakan untuk jabatan professional, sedangkan yang kedua, yaitu pendidikan melalui pengalaman praktik dan pemagangan atau campuran pemagangan dan kuliah diperuntukkan bagi jabatan yang non-profesional ( Ornstein dan Levine, 1984) dalam Sulaiman Samad (2004:8).
d.      Jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan yang bersinambungan
Jabatan guru cenderunng menunjukkan bukti yang kuat sebagai jabatan professional, sebab hamper setiap tahun guru melakukan berbagai kegiatan latihan professional, baik yang mendapatkan penghargaan kredit maupun tanpa kredit.
e.       Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen
Untuk criteria ini tampaknya dapat dipenuhi jabatan guru di Indonesia sekarang ini. Hal ini di sebabkan karna tidak begitu banyak guru yang oindah ke bidang lain, walaupun bukan berartii jabatan guru mempunyai pendapatan yang tinggi. Alasan ketidak pindahan tersebut mungkin karna lapangan kerja dan system pindah jabatan yang agak sulit.
f.       Jabatan yang menentukan baku (standarnya) sendiri
Pada setiap jabatan profesi, anggota kelompok dianggap sanggup untuk membuat keputusan professional berhubungan dengan iklim kerjanya. Para professional biasanya membuat peraturan sendiri dalam daerah kompetinsinya, kebiasaan dan tradisi yang berhubungan dengan pengawasan yang efektif tentang hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan dan hal-hal yang berhubungan dengan langganan (kliennya). Pada dasarnya pengawasan luar atau dalam adalah musuh alam dari profesi, karna membatasi kekuasaan profesi dan membuka pintu terhadap pengaruh luar ( Ornstein dan Levine, 1984) dalam Sulaiman Samad (2004:9).
g.      Jabatan yang lebih mementingkan layanan diatas keuntungan pribadi
Jabatan mengajar adalah jabatan yang mempunyai nilai yang tinggi, tidak perlu diragukan lagi. Guru yang baik akan sangat berperan dalam mempengaruhi kehidupan yang lebih baik dari warga masa depan. Jabatan guru telah terkenal secara universal sebagai suatu jabatan yang anggotanya termotivasi oleh keinginan untuk membantu orang lain.
h.      Jabatan yang mempunyai organisasi profesi yang kuat dan terjalin erat.
Semua profesi yang dikenal mempunyai organisasi profesi yang kuat untuk mewadahi tujuan bersama dan melindungi anggotanya.
Howsam (1976) dalam Sulaiman Samad (2004:11), bahwa guru harus dilihat sebagai profesi yang baru muncul, dan karena itu mempunyai status yang lebih tinggi daripada jabatan semiprofessional, malahan mendekati status jabatan profesi penuh.
Profesi keguruan tugas utamanya adalah melayani masyarakatdalam dunia pendidikan, sehingga profesionalisasi dalam bidang keguruan mengandung arti peningkatan segala daya dan usaha dalam rangka mencapai secara optimal layanan yang akan diberikan kepada masyarakat.
Lebih khusus sanusi; dkk. (1991) dalam sulaiman samad (2004:12) mengajukan enam asumsi yang melandasi perlunya profesionalisasi dalam pendidikan, yakni sebagai berikut:
1.      Subjek pendidikan adalah manusia yang memiliki kemauan, pengetahuan, emosi, dan perasaan, dan dapat di kembangkan segala potensinya; sementara itu pendidikan di landasi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang menghargai martabat manusia.
2.      Pendidikan dilakukan secara intensional, yakni secara sadar dan bertujuan, maka pendidikan menjadi normative yang diikat oleh norma-norma dan nilai-nilai yang baik secara universal, nasional, maupun local, yang merupakan acuan para pendidik,peserta didik, dan pengelola pendidikan.
3.      Teori-teori pendidikan merupakan jawaban kerangka hipotesis dalam menjawab permasalahan pendidikan.
4.      Pendidikan bertolak dari asumsi pokok tentang manusia, yakni manusia mempunyai potensi yang baik untuk berkembang.
5.      Inti pendidikan terjadi dalam prosesnya, yaitu situasi dimana terjadi dialog antara peserta didik dengan pendidik, yang memungkinkan peserta didik tumbuh ke arah yang di kehendaki oleh pendidik dan selaras dengan nilai-nilai yang dijunjung tinggi masyarakat.
6.      Sering terjadi dilemma antara tujuan utama pendidikan yakni menjadi manusia sebagai manusia yang baik (dimensi intrinsic) dengan misi instrumental yakni yang merupakan alat untuk perubahan atau mencapai sesuatu.
Selengkapnya:
Disini: =======

Tidak ada komentar:

Posting Komentar